Saat saya mengikuti satu workshop tentang entrepreneurship beberapa tahun yang lalu, ada satu peserta yang bertanya kepada pembicara begini “Pak, saya bingung karena lagi kebanjiran order. Itu membuat cashflow saya tidak seimbang” Bla bla bla. Waktu itu, saya berpikir orang itu ngga bersyukur banget. Disaat saya dan banyak peserta workshop waktu itu masih kebingungan cari order, orang itu malah nolak order masuk dengan alasan pemodalan dia yang ngga cukup. Wow! Waktu itu saya masih belum mengerti maksud bapak itu.
Well, saya baru mengerti ketika hal itu sering saya alami akhir – akhir ini. Ketika saya baru merintis perusahaan ini, nyari order satu aja susahnya minta ampun. Dan begitu dapet, senengnya bukan maen. Alhamdulillah sekarang semakin banyak perusahaan yang sudah menjadi klien perusahaan kami, so far sudah lebih dari 400 perusahaan yang sudah memakai jasa kami, baik untuk training, audit maupun konsultasi. Tapi apa konsekuensinya? Ketika klien semakin banyak dengan nilai project yang besar, struktur pemodalan kita harus bisa mengimbangi kondisi tersebut. Kalo ngga, yang ada kita bakalan berdarah – darah. Karena bukan tidak mungkin operasional cost kita jadi ikut terpakai untuk mensupport project yang masuk. Dan itu sering saya alami.
Cara untuk memecahkan hal itu bagaimana? Well, kalo dari pengalaman saya tentu banyak hal yang bisa kita lakukan. Misalnya dengan memenej cashflow kita dengan semaksimal mungkin, memenej uang masuk sambil melakukan skala prioritas untuk setiap payment yang harus kita lakukan. Kalo secara internal kita sudah kewalahan, kita bisa mencari investor yang mau menanamkan uangnya untuk membiayai project tersebut, tentu dengan perjanjian profit sharing yang saling menguntungkan. Tentu ngga gampang, terutama bagi perusahaan baru untuk mendapatkan dana pinjaman tersebut. Apalagi kalo perusahaan kita masih dianggap belum bankable. Salah satu cara adalah dengan mencari investasi dari orang – orang terdekat kita, dengan mempertaruhkan integritas kita di depan mereka.
Cara lain adalah dengan menegoisasikan kontrak kita dengan klien, misalnya meminta DP 20 % sampai 30 % dll. Tapi itu juga ngga mudah kecuali kita punya bargaining power di mata klien. Mostly, malah kita yang ikut prosedur payment mereka. Dan sometimes berat loh, kalo kita masuk di industri migas karena proses paymentnya bisa ada dalam range 30 – 60 hari, hehe.
So, menjadi seorang entrepreneur dituntut untuk selalu berpikir kreatif. Masalah bukan hanya datang dari saat kita nyari order, saat kebanyakan order juga akan timbul masalah baru. Well, saya sih menyebutnya bukan masalah tapi lebih tepatnya adalah tantangan. Buat saya, kondisi kebanyakan order itu adalah salah satu indikator kalo perusahaan kita sudah dipercaya banyak orang kan? Alhamdulillah
Maju terus wirausaha muda Indonesia