9 tahun lalu, ketika tragedi itu terjadi, kampusku (ITI = Institut Teknologi Indonesia) tergabung dalam aliansi mahasiswa FAMRED ”Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi”. Dan bersama ratusan ribu mahasiswa lain yang tergabung dalam berbagai front aksi mahasiswa lainnya seperti FORKOT (Forum Kota), Forbes (Forum Bersama), Komrad, KB UI, Front Jakarta dll turun kejalan untuk memprotes Sidang Istimewa yang sedang berlangsung. Mereka menolak Sidang Istimewa karena beranggapan MPR hasil pemilu 1997 yang kotor dan penuh kecurangan adalah kepanjangan tangan Orde Baru. Well, saat itu aku tidak ikut serta dalam aksi – aksi kawan2ku itu karena secara ideologis aku lebih dekat dengan teman2 ”kanan” dan tergabung dalam front aksi mahasiswa KAMMI ”Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia”. Saat itu KAMMI dan beberapa front aksi mahasiswa lain memilih untuk menerima pelaksanaan Sidang Istimewa dengan catatan salah satu produknya harus menjamin terselenggaranya Pemilu 1999 untuk memilih para wakil rakyat yang baru. So saat peristiwa 13 November 1998 itu, aku tidak ikut ambil bagian dalam aksi teman2 ku itu walau kami sama – sama saling menghormati garis perjuangan kami masing – masing.
Aksi demonstrasi mahasiswa itu akhirnya berlangsung chaos dan mereka bentrok dengan para aparat. Kita semua bisa melihat melalui layar TV secara jelas bagaimana kebiadaban aparat saat itu. Hingga akhirnya korban dari pihak mahasiswa berjatuhan, termasuk salah satunya adalah rekan sekampusku Alm Tedy Mardani, Teknik Mesin 95. Indonesia berkabung dan kampusku merasakan duka yang amat sangat. Aku ingat sekali, suasana di kampus pada saat itu. Kami semua berkumpul, merenung, dan banyak teman2ku yang menangis, suasana sangat muram sekali saat itu. Ketika iring – iringan jenazah almarhum memasuki gerbang kampus, takbir Allahu Akbar menggema. Telah gugur pahlawan kami, pahlawan yang hanya bersenjatakan idealisme, keberanian dan tekad untuk berbuat sesuatu untuk negeri ini dan rakyatnya. Pahlawan kami yang tidak pantas rasanya dilawan oleh aparat yang bersenjata mesin lengkap dengan peluru tajam yang ironisnya dibeli dari uang rakyat.
Setelah disholatkan di mesjid kampus oleh ribuan mahasiswa dan masyarakat sekitar kampus yang bersimpati, jenazah akhirnya di bawa untuk dimakamkan di TPU Karet. Iring – iringan kendaraan yang mengangkut ribuan mahasiswa yang mengantar almarhum dari Serpong menuju Karet ditemani oleh ribuan rakyat yang bersimpati terhadap perjuangan mahasiswa disepanjang perjalanan.
Aku yang saat itu masih berstatus mahasiswa baru (angkatan 98), semakin bertekad untuk ikut ambil bagian dalam perjuangan mengawal reformasi yang di hasilkan senior – senior kami. Sejak saat itulah, aku yang sebelumnya apatis terhadap politik memutuskan untuk terjun langsung di dunia aktivis mahasiswa, aku semakin intens di KAMMI, aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia), sekali – sekali bergabung dengan rekan2 HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), serta turut serta di lembaga internal kampus dengan menjadi salah satu senator perwakilan Mahasiswa Teknik Kimia ITI dalam MPM (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa) ITI dan ditahun berikutnya kemudian aktif di BEM ITI.
9 tahun telah berlalu
Apakah demokrasi, keadilan dan kesejahteraan yang diperjuangkan Tedy Mardani, para korban lain dan para mahasiswa sudah sepenuhnya terwujud?
My Room
14 November 2007
11:52 PM