Hm wait! Tapi itu dulu waktu jaman SMP, SMA atau saat kuliah, ketika cinta kita masih idealis. Ketika kita masih berpikiran bahwa cinta sudah cukup untuk bisa mengarungi hidup bersama. Kalo sekarang? Dimana kita sudah bisa berpikir logic dan memandang sesuatu dari berbagai sisi, tentu pertimbangannya jadi lain. It’s ain’t enough, right?
Nah, beberapa waktu yang lalu aku pernah coba “approach” temen lama yang menurutku tipikal cewe masa kini. Smart, sophisticated, hard worker, independent and she’s a succesfull professional. Simply she’s a knock out lah! Sure, she’s “a hundred percent” my type. Until I realized that she’s too high to reach. I thought she deserve more than a guy like me. Dia berhak mendapatkan lelaki yang sepadan dengan keistimewaan yang dia miliki sekarang. Sedangkan aku hanyalah lelaki 27 tahun yang masih berjuang untuk membuktikan bahwa pilihannya untuk menjadi seorang entrepreneur dengan segala resikonya adalah jalan hidupnya. Kenapa aku sebegitu yakinnya kalo she’s too high too reach? Well, sometimes kita bisa mengukur kemampuan diri sendiri dan membandingkannya dengan ekspektasi pasangan atau calon pasangan kita itu. Tapi lain halnya kalo dia bisa menerima apa yang kita punyai sekarang dan malah menjadi inspirasi kita untuk jadi lebih sukses lagi.
So, what’s the point? Kalo kita dianugerahi Tuhan pasangan yang luar biasa istimewa, just take it for granted. Itu mah rezeki namanya, he3x. Tapi kalo kita merasa she’s too high, ya simplenya sih masih banyak bunga di taman. Tuhan pasti sudah punya rencana terbaik untuk hambaNya kan?