
Well, kali ini aku ingin share tentang awal mula aku memutuskan untuk menjadi seorang entrepreneur. Suatu profesi yang sangat mulia menurutku karena dengan menjadi seorang Entrepreneur kita bisa turut membangun masyarakat, komunitas hingga bangsa kita sendiri.
Awal ketertarikan aku tertarik untuk berwirausaha adalah ketika di tingkat akhir kuliahku (tahun 2003) aku banyak ngobrol, berdiskusi dengan seorang pengusaha yang kebetulan menjadi dosen di Kampusku. Namanya Pak Yus, seorang dosen yang sederhana, santun, dan bersahaja. Dosen yang mengajar di Fakultas Pertanian di Kampusku, so beliau bukan dosen aku langsung tapi itu tidak menghalangi niat aku untuk belajar banyak sama beliau. Dari obrolan – obrolan itu, aku tau bahwa beliau sudah bisa mandiri bahkan ketika masih berusia sangat muda. Misi & visi beliau untuk menjadi seorang entrepreneur sangat mulia. Dan perusahaannya itu bisa memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat sekitar. Dan omzet bisnisnya saat itu, yaitu bisnis yang berbasiskan agro, konon kabarnya sudah mencapai kisaran 9 dijit perbulannya. Tapi sekali lagi, keberhasilan beliau itu tidak membuat beliau pelit untuk membagi ilmu dan semangat entrepreneurshipnya itu kepada siapapun.
Ketertarikan aku yang lain adalah ketika someday aku membaca bukunya Richard T Kiyoshaki “Rich Dad Poor Dad”, sebuah buku yang mampu mengubah paradigma aku yang waktu itu masih berpikir satu – satunya hal yang bisa aku lakukan setelah lulus kuliah adalah bekerja di satu perusahaan. Membaca buku itu seperti membuatku terjaga dari mimpiku selama ini. Pesan terkuat Kiyoshaki yang sampai hari ini masih menempel dengan kuat di otakku adalah “jangan pernah bekerja untuk uang tapi biarkan uang yang bekerja untuk kita!” (kalo bingung, baca aja buku itu ya. It’s a must read!)
So, ketika akhirnya aku lulus dari Teknik Kimia ITI pada tahun 2003, tekadku untuk menjadi seorang entrepreneur dengan membuat perusahaan sendiri semakin kuat. Waktu dan kesempatan seakan memihak aku ketika seorang sahabat ketika sama – sama aktif di BKKMTKI (Badan Koordinasi Kegiatan Mahasiswa Teknik Kimia Indonesia), Riris, mengajakku untuk bergabung bersama dia dan teman – teman yang lain, Rila & Yoyo (hai Yo!), dalam membangun dan mengembangkan perusahaan yang bergerak di jasa training dan konsultasi. Mereka bertiga berjuang di Surabaya dan aku sendiri berjuang di Jakarta. Well, jangan dibayangkan kami disuply dana oleh orang tua kami ya. Aku sendiri mulai dengan hanya modal kartu nama + Cap perusahaan yang seingatku hanya menghabiskan 50 ribu perak. Yah, setidaknya aku sudah menepis mitos kalo mau mulai usaha harus dengan bermodalkan uang. Aku bisa membuktikan memulai usaha dengan keberanian, tekad yang kuat dan keahlian/kreativitas dalam bidang tertentu sudah lebih dari cukup untuk membangun perusahaan sendiri. Di masa – masa awal itu, aku bertindak sebagai pimpinan di kantor sekaligus karyawan, karena aku sendiri yang menghandle itu semua. Kantorku sendiri memakai alamat rumahku dan praktis sehari – hari aku berkantor dirumah lebih tepatnya lagi di kamar, he3x. Lucu juga kalo mengingat masa – masa itu. Bangun tidur, bisa langsung bekerja ga perlu bersusah payah menembus kemacetan Jakarta. Oh ya, 6 bulan pertama sejak aku lulus, aku juga sempat menjadi asisten dosen di kampusku untuk kemudian diproyeksikan jadi dosen tetap disana. Bahkan, untuk menunjang itu aku sempat dipromosikan untuk mengambil S2 di Luar Negeri dengan beasiswa dari kampusku itu. Tapi, akhirnya setelah 6 bulan aku memutuskan untuk resign karena satu dan lain hal. Alasan utamaku adalah karena aku merasa sangat bosan dan jenuh dengan suasana disana. Man, 5 tahun dikampus dan nanti ditambah berpuluh – puluh tahun bekerja disana, sound so boring for me! Well, life is a choice isn’t it? Akhirnya setelah aku resign, aku memutuskan untuk fokus sepenuhnya di perusahaan kami itu.
Seiring berjalannya waktu, perusahaan kami mulai dipercaya oleh klien. Dari berkantor di rumah orang tua, sampai akhirnya kami bisa menyewa satu rumah yang aku jadikan kantor perusahaan dan sekarang beralamat di Jakarta Design Centre, Slipi. Dari mulai hanya mampu menggaji satu orang karyawan, sampai sekarang kantor kami di operate oleh 5 orang. Dari hanya ada 1 orang consultant yang bergabung, sampai sekarang kami bekerjasama dengan 15 orang associate consultant. Alhamdulillah, jasa training dan konsultasi kami sudah mendapatkan kepercayaan lebih dari 150 klien dari perusahaan nasional sampai perusahaan multinasional.
Well, dalam kurun waktu 2003 – 2007 ini perusahaan kami juga bukan berarti tidak mendapatkan masalah. Selama 4 tahun ini, kepemilikan saham di perusahaan kami mengalami beberapa kali perubahan. Kira – kira pada akhir 2003, teman baik sekaligus partner bisnis di phitagoras, Yoyo, memutuskan untuk mundur dari Phitagoras dengan satu alasan utama karena dia ingin berkarir di Jakarta. Awal 2005, salah seorang consultant di perusahaan kami, Pak Umar Hidayat, tertarik untuk bergabung bersama kami dengan membeli sekian persen saham. Sampai akhirnya pada awal 2007 ini, dua orang owner yaitu Riris dan Pak Umar memutuskan untuk mundur dari perusahaan kami dengan alasan – alasan tertentu. Hingga akhirnya pada Maret 2007, owner perusahaan kami kembali menjadi bertiga, yaitu aku, Rila dan Mba Ema. Basically, mencari seorang partner bisnis sama seperti kita mencari jodoh. Pada kesempatan lain, nanti aku ceritakan tentang ini lebih detail ya.
Sementara sampai ini dulu ya, i just want to share awal mula aku merintis perusahaan aku ini sejak 2003, berjuang supaya perusahaan kami bisa tetap eksis sampai saat ini, dan mengembangkan perusahaan kami supaya bisa terus memberikan banyak manfaat bagi aku, partner bisnisku dan keluarga kami, buat para karyawan kami dan keluarganya, para associate consultant kami & keluarga mereka, dan insya Allah buat masyarakat & bangsa ini, amiiin.
Oia, kalo temen2 pengen tau perusahaan kami, just click to
http://www.phitagoras.co.id/.Doakan kami ya..
Life is only once, so life as entrepreneur!
Room
November 4, 2007
Hmmm ternyata ada juga teman2x dari masa sekolah yg menjadi entrepreneur…, well congrat then